4EA17, VICKY ANGGRAINI, 17211269 TUGAS 3
ABSTRAK
Penulisan yang berjudul “Iklan Dalam
Etika dan Estetika “ ini membahas tentang bagaimana seharusnya produsen
mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi
kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen. Makalah ini dilatarbelakangi oleh
penerapan etika dan estetika dalam iklan yang dilakukan sebuah perusahaan untuk
menarik perhatian konsumen. Hampir setiap hari kita dibanjiri
oleh iklan yang disajikan media-media massa, baik cetak maupun elektronik.
Akibatnya seakan-akan upaya pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari untuk
sebagian besarnya dikondisikan oleh iklan. Memang, inilah sebenarnya peran yang
diemban oleh iklan, yakni sebagai kekuatan ekonomi dan sosial yang
menginformasikan konsumen perihal produk-produk barang dan jasa yang bisa
dijadikan sebagai pemuas kebutuhan. Dalam peran seperti inilah, di mana pun
juga, kita bisa dengan mudah menemukan iklan-iklan mulai dari yang paling
sekuler sampai kepada informasi mengenai aktivitas-aktivitas keagamaan,
perjalanan ziarah, dan sebagainya.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam dunia bisnis, iklan merupakan
satu kekuatan yang dapat digunakan untuk menarik konsumen sebanyak-banyaknya.
Penekanan utama iklan adalah akses informasi dan promosi dari pihak produsen
kepada konsumen. Sebagai media, baik yang berupa visual atau oral, iklan jenis
punya tendensi untuk mempengaruhi khalayak umum untuk mencapai target keuntungan.
Iklan pada hakikatnya merupakan
salah satu strategi pemasaran yang dimaksudkan untuk mendekatkan barang yang
hendak dijual kepada konsumen, dengan kata lain mendekatkan konsumen dengan
produsen. Sasaran akhir seluruh kegiatan bisnis adalah agar barang yang telah
dihasilkan bisa dijual kepada konsumen. Secara positif iklan adalah suatu
metode yang digunakan untuk memungkinkan barang dapat dijual kepada konsumen.
Hampir setiap hari kita dibanjiri
oleh iklan yang disajikan media-media massa, baik cetak maupun elektronik.
Akibatnya seakan-akan upaya pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari untuk
sebagian besarnya dikondisikan oleh iklan. Memang, inilah sebenarnya peran yang
diemban oleh iklan, yakni sebagai kekuatan ekonomi dan sosial yang
menginformasikan konsumen perihal produk-produk barang dan jasa yang bisa
dijadikan sebagai pemuas kebutuhan. Masalah moral dalam iklan muncul ketika
iklan kehilangan nila-nilai normatifnya dan menjadi semata-mata bersifat
propaganda barang dan jasa demi profit yang semakin tingi dari para produsen
barang dan jasa maupun penyedia jasa iklan.
1.2 Rumusan
Masalah
1. bagaimana
seharusnya produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen
dilihat dari sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen.
1.3 Batasan
masalah
Batasan
masalah penulisan ini adalah hanya terbatas membahasbagaimana seharusnya
produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat
dari sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen.
1.4 Tujuan
Penulisan
1. mengetahui bagaimana
seharusnya produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen
dilihat dari sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Etika
Istilah Etika berasal
dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata 'etika' yaitu ethossedangkan
bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai
banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat,
akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta
etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang
melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh
Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis
(asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu
tentang apa yang biasa dilakukanatau ilmu tentang adat
kebiasaan (K.Bertens, 2000).
K. Bertens berpendapat bahwa arti
kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam
dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih
mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti
berikut :
1. nilai dan
norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya,
jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika
Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika
sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi
dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
2. kumpulan
asas atau nilai moral. Yang dimaksud di sini adalah kode
etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik
3. ilmu tentang
yang baik atau buruk.
2.2 Pengertian Iklan
Menurut Thomas M. Garret, SJ, iklan
dipahami sebagai aktivitas-aktivitas yang lewatnya pesan-pesan visual atau oral
disampaikan kepada khalayak dengan maksud menginformasikan atau memengaruhi
mereka untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi, atau untuk melakukan
tindakan-tindakan ekonomi secara positif terhadap idea-idea,
institusi-institusi tau pribadi-pribadi yang terlibat di dalam iklan
tersebut. Untuk membuat konsumen tertarik, iklan harus dibuat menarik
bahkan kadang dramatis. Tapi iklan tidak diterima oleh target tertentu (langsung).
Iklan dikomunikasikan kepada khalayak luas (melalui media massa komunikasi
iklan akan diterima oleh semua orang: semua usia, golongan, suku, dsb).
Sehingga iklan harus memiliki etika, baik moral maupun bisnis.
Keuntungan dari adanya iklan yaitu :
-
Adanya informasi kepada konsumer akan keberadaan suatu
produk dan “kemampuan” produk tersebut. Dengan demikian konsumer mempunyai hak
untuk memilih produk yang terbaik sesuai dengan kebutuhannya.
-
Adanya kompetisi sehingga dapat menekan harga jual
produk kepada konsumen. Tanpa adanya iklan, berarti produk akan dijual dengan
cara eksklusif (kompetisisi sangat minimal) dan produsen bisa sangat
berkuasa dalam menentukan harga jualnya.
-
Memberikan subsidi kepada media-massa sehingga
masyarakat bisa menikmati media-massa dengan biaya rendah. Hampir seluruh
media-massa “hidup” dari iklan (bukan dari penghasilannya atas distribusi media
tersebut). Munculnya media-media gratis memperkuat fakta bahwa mereka bisa
mencetak dan mendistribusikan media tersebut karena adanya penghasilan dari
iklan.
2.3 Pengertian Konsumen dan Hak Konsumen
Konsumen adalah
setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan.
Hak – hak konsumen
antara lain :
-
Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
-
Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta
mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi
serta jaminan yang dijanjikan.
-
Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
-
Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang
dan/atau jasa yang digunakan.
-
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan
upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
-
Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
-
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif.
-
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
-
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
BAB III
METODE PENULISAN
Pada penulisan ini, informasi yang
didapatkan oleh penulis bersumber dari internet yang berkaitan dengan etika
bisnis agar rumusan dan tujuan penulisan ini dapat terjawab. Data dalam
penulisan ini mengunakan data sekunder. Dimana pengertian Data Sekunder adalah
data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah
ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari
berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan
lain-lain.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Fungsi Iklan Sebagai Pemberi
Informasi dan Pembentuk Opini
A. Fungsi Periklanan
Iklan dilukiskan sebagai komuniskasi
antara produsen dan pasar, antara penjual dan calon pembeli. Dalam proses
komunikasi iklan menyampaikan sebuah “pesan”. Dengan demikian kita mendapat
kesan bahwa periklanan terutama bermaksud memberi informasi. Tujuan terpenting
adalah memperiklankan produk/jasa.
Fungsi iklan dapat dibagi menjadi 2
(dua), yaitu berfungsi memberi informasi dan membentuk opini (pendapat umum).
a.
Iklan berfungsi sebagai pemberi informasi
Pada fungsi ini, iklan merupakan
media untuk menyampaikan informasi yang sebenarnya kepada masyarakat tentang
produk yang akan atau sedang ditawarkan di pasar. Pada fungsi ini, iklan
memberikan dan menggambarkan seluruh kenyataan serinci mungkin tentang suatu
produk. Tujuannya agar calon konsumen dapat mengetahui dengan baik produk itu,
sehingga akhirnya memutuskan untuk membeli produk tersebut.
b.
Iklan berfungsi sebagai pembentuk opini (pendapat
umum)
Pada fungsi ini, iklan mirip dengan
fungsi propaganda politik yang berupaya mempengaruhi massa pemilih. Dengan kata
lain, iklan berfungsi menarik dan mempengaruhi calon konsumen untuk membeli
produk yang diiklankan. Caranya dengan menampilkan model iklan yang persuasif,
manipulatif, tendensus dengan maksud menggiring konsumen untuk membeli produk.
Secara etis, iklan manipulatif jelas dilarang, karena memanipulasi manusia dan
merugikan pihak lain.
4.2. Beberapa Persoalan Etis
Periklanan
a.
Merongrong ekonomi dan kebebasan manusia.
b.
Menciptakan kebutuhan manusia dengan akibat manusia
modern menjadi konsumtif.
c.
Membentuk dan menentukan identitas dan citra manusia
modern.
d.
Merongrong rasa keadilan sosial masyarakat.
Dari persoalan diatas, beberapa
prinsip yang kiranya perlu diperhatikan dalam iklan, sebagai berikut :
a.
Iklan tidak boleh menyampaikan informasi yang palsu
dengan maksud memperdaya konsumen.
b.
Iklan wajib menyampaikan semua informasi tentang
produk tertentu, khususnya menyangkut keamanan dan keselamatan manusia.
c.
Iklan tidak boleh mengarah pada pemaksaan khususnya
secara kasar dan terang-terangan.
d.
Iklan tidak boleh mengarah pada tindakan yang
bertentangan dengan moralitas.
4.3 Makna Etika dan Estetika Dalam
Iklan
Fungsi iklan pada akhirnya membentuk
citra sebuah produk dan perusahaan di mata masyarakat. Citra ini terbentuk oleh
kesesuaian antara kenyataan sebuah produk yang diiklankan dengan informasi yang
disampaikan dalam iklan. Prinsip etika bisnis yang paling relevan dalam hal ini
adalah nilai kejujuran. Dengan demikian, iklan yang membuat pernyataan salah
atau tidak benar dengan maksud memperdaya konsumen adalah sebuah tipuan.
Ciri-ciri iklan yang baik :
-
Etis: berkaitan dengan kepantasan.
-
Estetis: berkaitan dengan kelayakan (target market,
target audiennya, kapan harus ditayangkan?).
-
Artistik: bernilai seni sehingga mengundang daya tarik
khalayak.
Contoh Penerapan Etika dalam Periklanan :
-
Iklan rokok: Tidak menampakkan secara eksplisit orang
merokok.
-
Iklan pembalut wanita: Tidak memperlihatkan secara
realistis dengan memperlihatkan daerah kepribadian wanita tersebut.
-
Iklan sabun mandi: Tidak dengan memperlihatkan orang
mandi secara utuh.
Etika secara umum :
-
Jujur : tidak memuat konten yang tidak sesuai dengan
kondisi produk
-
Tidak memicu konflik SARA
-
Tidak mengandung pornografi
-
Tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
-
Tidak melanggar etika bisnis, contoh: saling
menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya.
-
Tidak plagiat.
4.4 Kebebasan
Konsumen
Iklan merupakan suatu aspek
pemasaran yang penting, sebab iklan menentukan hubungan antara produsen dengan
konsumen. Secara konkrit, iklan menentukan pula hubungan penawaran dan
permintaan antara produsen dan pembeli, yang pada gilirannya ikut pula
menentukan harga barang yang dijual dalam pasar.
Kode etik periklanan tentu saja sangat
diharapkan untuk membatasi pengaruh iklan ini. Akan tetapi, perumusan kode etik
ini harus melibatkan berbagai pihak, yang antara lain: ahli etika, konsumen
(lembaga konsumen), ahli hukum, pengusaha, pemerintah, tokoh agama, dan tokoh
masyarakat tertentu, tanpa harus merampas kemandirian profesi periklanan. Yang
juga penting adalah bahwa profesi periklanan dan organisasi profesi periklanan
perlu benar-benar mempunyai komitmen moral untuk mewujudkan iklan yang baik
bagi masyarakat. Namun, jika ini tidak memadai, kita membutuhkan perangkat
legal politis dalam bentuk aturan perundang-undangan tentang periklanan beserta
sikap tegas tanpa kompromi dari pemerintah melalui departemen terkait untuk
menegakkan dan menjamin iklan yang baik bagi masyarakat.
4.5 Prinsip
Moral yang Perlu dalam Iklan
-
Prinsip Kejujuran
Prinsip ini berhubungan dengan
kenyataan bahwa bahasa penyimbol iklan seringkali dilebih-lebihkan, sehingga
bukannya menyajikan informasi mengenai persediaan barang dan jasa yang
dibutuhkan oleh konsumen, tetapi mempengaruhi bahkan menciptakan kebutuhan
baru. Maka yang ditekankan di sini adalah bahwa isi iklan yang dikomunikasikan
haruslah sungguh-sungguh menyatakan realitas sebenarnya dari produksi barang
dan jasa. Sementara yang dihindari di sini, sebagai konsekuensi logis, adalah
upaya manipulasi dengan motif apa pun juga.
-
Prinsip Martabat Manusia sebagai Pribadi
Bahwa iklan semestinya menghormati
martabat manusia sebagai pribadi semakin ditegaskan dewasa ini sebagai semacam
tuntutn imperatif (imperative requirement). Iklan semestinya menghormati
hak dan tanggung jawab setiap orang dalam memilih secara bertanggung jawab
barang dan jasa yang ia butuhkan. Ini berhubungan dengan dimensi kebebasan yang
justeru menjadi salah satu sifat hakiki dari martabat manusia sebagai pribadi.
Maka berhadapan dengan iklan yang dikemas secanggih apa pun, setiap orang
seharusnya bisa dengan bebas dan bertanggung jawab memilih untuk memenuhi
kebutuhannya atau tidak.
Yang banyak kali terjadi adalah
manusia seakan-akan dideterminir untuk memilih barang dan jasa yang diiklankan,
hal yang membuat manusia jatuh ke dalam sebuah keniscayaan pilihan. Keadaan ini
bisa terjadi karena kebanyakan iklan dewasa ini dikemas sebegitu rupa sehingga
menyaksikan, mendengar atau membacanya segera membangkitkan “nafsu” untuk
memiliki barang dan jasa yang ditawarkan (lust), kebanggaan bahwa
memiliki barang dan jasa tertentu menentukan status sosial dalam masyarkat,
dll.
-
Iklan dan Tanggung Jawab Sosial
Meskipun sudah dikritik di atas,
bahwa iklan harus menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru karena perananya yang
utama selaku media informasi mengenai kelangkaan barang dan jasa yang
dibutuhkan manusia, namun dalam kenyataannya sulit dihindari bahwa iklan
meningkatkan konsumsi masyarakat. Artinya bahwa karena iklan manusia “menumpuk”
barang dan jasa pemuas kebutuhan yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan
primer. Penumpukan barang dan jasa pada orang atau golongan masyarkat tertentu
ini disebut sebagai surplus barang dan jasa pemuas kebutuhan. Menyedihkan bahwa
surplus ini hanya dialami oleh sebagai kecil masyarakat. Bahwa sebagian kecil
masyarakat ini, meskipun sudah hidup dalam kelimpahan, toh terus memperluas
batasa kebutuhan dasarnya, sementara mayoritas masyarakat hidup dalam
kemiskinan.
Di sinilah kemudian dikembangkan ide
solidaritas sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sosial dari iklan.
Berhadapan dengan surplus barang dan jasa pemuas kebutuhan manusia, dua hal
berikut pantas dipraktekkan. Pertama, surplus barang dan jasa
seharusnya disumbangkan sebagai derma kepada orang miskin atau
lembaga/institusi sosial yang berkarya untuk kebaikan masyarakat pada umumnya
(gereja, mesjid, rumah sakit, sekolah, panti asuhan, dll). Tindakan karitatif
semacam ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kehidupan cultural masyarakat
akan semakin berkembang.Kedua, menghidupi secara seimbang pemenuhan
kebutuhan fisik, biologis, psikologis, dan spiritual dengan perhatian akan
kebutuhan masyarakat pada umumnya. Perhatian terhadap hal terakhir ini bisa
diwujudnyatakan lewat kesadaran membayar pajak ataupun dalam bentuk
investasi-investasi, yang tujuan utamanya adalah kesejahteraan sebagian besar
masyarakat.
4.6 Contoh Kasus
Etika Periklanan
·
Iklan yang tidak beretika
Iklan Fren (Nelpon Pake Fren Bayarnya Pake
Daun)
Persaingan sengit antara
para penyedia layanan kartu selurer tampaknya sudah memasuki suatu demensi
baru. Perang tarif dan perang ikon menjadi sesuatu yang lumrah, dan lagi-lagi
masyarakat yang menjadi tujuan peperangan tersebut. Fren, salah satu penyedia layanan
kartu seluler beberapa waktu lalu mengeluarkan sebuah iklan yang menampilkan
seorang wanita hanya mengenakan daun dan ditemani beberapa pria yang juga hanya
mengenakan daun.
Setidaknya ada 2 hal di iklan itu yang menjadi bahan
perdebatan :
1. Iklan ini menempatkan seorang wanita muda hanya mengenakan daun, dan ada tiga pria yang juga hanya mengenakan daun di belakangnya. Iklan ini tidak mendidik. Iklan ini jelas termasuk iklan yang mengeksploitasi seksual. Apa salahnya bila wanita dan tiga pria itu mengenakan pakaian yang pantas?
2. YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) juga mempermasalahkan slogan dari Fren, “Nelpon Pake Fren Bayarnya Pake Daun”. YLKI berpendapat daun bukan merupakan alat pembayaran yang sah.
1. Iklan ini menempatkan seorang wanita muda hanya mengenakan daun, dan ada tiga pria yang juga hanya mengenakan daun di belakangnya. Iklan ini tidak mendidik. Iklan ini jelas termasuk iklan yang mengeksploitasi seksual. Apa salahnya bila wanita dan tiga pria itu mengenakan pakaian yang pantas?
2. YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) juga mempermasalahkan slogan dari Fren, “Nelpon Pake Fren Bayarnya Pake Daun”. YLKI berpendapat daun bukan merupakan alat pembayaran yang sah.
·
Iklan yang beretika :
AXIS (Versi : Amir ” Layang-layang)
Begitu liat iklan kartu GSM AXIS versi Amir
“Layang-layang”, dibanding iklan GSM yang lain, iklan Axis versi ini lebih
kreatif,tidak muluk-muluk, tidak terlalu obral janji, tidak ribet untuk
dipahami karena iklannya sangat simpel, dan tidak mengejek kartu GSM lain,
kalaupun ada transaksi didalam iklannya (jual layang-layang) itu menurut saya
hanya menunjukkan kalau “si punya” iklan kompetitif dengan produk
sejenis dipasar.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dalam periklanan kita tidak dapat
lepas dari etika. Dimana di dalam iklan itu sendiri mencakup pokok-pokok
bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia tentang iklan yang
dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan. Sebuah perusahaan harus
memperhatikan etika dan estetika dalam sebuah iklan dan terus memperhatikan
hak-hak konsumen.
5.2 Saran
Dalam penulisan ini penulis
memberikan saran yaitu dalam bisnis periklanan perlulah adanya kontrol
tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut sehingga tidak merugikan
konsumen. Sebuah perusahaan harus memperhatikan kepentingan dan hak – hak
konsumen, dan tidak hanya memikirkan keuntungan semata.
SUMBER
:
·
Kotler,
Philip . 2005 “Manajemen Pemasaran “
·
Keraf,Sony A., Etika Bisnis, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta, 1991.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar