4EA17, VICKY ANGGRAINI, 17211269, TUGAS 4
ABSTRAK
Korupsi adalah penyalahgunaan amanah untuk kepentingan
pribadi (Anwar, 2006:10). Masyarakat pada umumnya menggunakan istilah korupsi
untuk merujuk kepada serangkaian tindakan-tindakan terlarang atau melawan hukum
dalam rangka mendapatkan keuntungan dengan merugikan orang lain. Hal yang
paling mengidentikkan perilaku korupsi bagi masyarakat umum adalah penekanan
pada penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan publik untuk keuntungan pribadi.
I.
PENDAHULUAN
Kemajuan suatu negara sangat
ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan.
Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang direncanakan mencakup semua
aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama
ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumberdaya manusia, yakni (orang-orang yang
terlibat sejak dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan.
Diantara dua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya.
Indonesia merupakan salah satu
negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya
alamnya. Tetapi ironisnya, negara tercinta ini dibandingkan dengan negara lain
di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk
negara yang miskin. Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya
kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi
pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan
kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat
penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.
Korupsi di Indonesia dewasa ini
sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang
mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi
telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar. Namun
yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan
keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif
dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lain sebagainya di luar
batas kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian
terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air.
Hal itu merupakan cerminan rendahnya
moralitas dan rasa malu, sehingga yangmenonjol adalah sikap kerakusan dan aji
mumpung. Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban
lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak
berhasil memberantas korupsi, atau paling tidak mengurangi sampai pada titik
nadir yang paling rendah maka jangan harap Negara ini akan mampu mengejar
ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang
maju. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa
negara ke jurang kehancuran.
II.
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian
Korupsi
Korupsi dan koruptor berasal dari bahasa latin corruptus,
yakni berubah dari kondisi yang adil, benar dan jujur menjadi kondisi yang
sebaliknya (Azhar, 2003:28). Sedangkan kata corruptio berasal dari kata kerja
corrumpere, yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok,
orang yang dirusak, dipikat, atau disuap (Nasir, 2006:281-282).
Dalam Kamus Lengkap Oxford (The Oxford Unabridged Dictionary) korupsi didefinisikan sebagai penyimpangan atau
perusakan integritas dalam pelaksanaan tugas-tugas publik dengan penyuapan atau
balas jasa. Sedangkan pengertian ringkas yang dipergunakan World Bank, korupsi adalah
penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi (the abuse of public office for private gain).
Definisi lengkap korupsi menurut Asian Development Bank (ADB) adalah korupsi melibatkan perilaku oleh sebagian pegawai sektor publik dan swasta, dimana mereka dengan tidak pantas dan melawan hukum memperkaya diri mereka sendiri dan atau orang-orang yang dekat dengan mereka, atau membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal tersebut, dengan menyalahgunakan jabatan dimana mereka ditempatkan.
Dengan melihat beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa korupsi secara implisit adalah menyalahgunakan kewenangan, jabatan atau amanah secara melawan hukum untuk memperoleh keuntungan atau manfaat pribadi dan atau kelompok tertentu yang dapat merugikan kepentingan umum.
Definisi lengkap korupsi menurut Asian Development Bank (ADB) adalah korupsi melibatkan perilaku oleh sebagian pegawai sektor publik dan swasta, dimana mereka dengan tidak pantas dan melawan hukum memperkaya diri mereka sendiri dan atau orang-orang yang dekat dengan mereka, atau membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal tersebut, dengan menyalahgunakan jabatan dimana mereka ditempatkan.
Dengan melihat beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa korupsi secara implisit adalah menyalahgunakan kewenangan, jabatan atau amanah secara melawan hukum untuk memperoleh keuntungan atau manfaat pribadi dan atau kelompok tertentu yang dapat merugikan kepentingan umum.
2.2 Model,
Bentuk dan Jenis Korupsi
Tindak
pidana korupsi dalam berbagai bentuk mencakup pemerasan, penyuapan dan
gratifikasi pada dasarnya telah terjadi sejak lama dengan pelaku mulai dari
pejabat negara sampai pegawai yang paling rendah. Korupsi pada hakekatnya
berawal dari suatu kebiasaan (habit) yang tidak disadari oleh setiap aparat,
mulai dari kebiasaan menerima upeti, hadiah, suap, pemberian fasilitas tertentu
ataupun yang lain dan pada akhirnya kebiasaan tersebut lama-lama akan menjadi
bibit korupsi yang nyata dan dapat merugikan keuangan negara.
Beberapa
bentuk korupsi diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Penyuapan (bribery) mencakup
tindakan memberi dan menerima suap, baik berupa uang maupun barang.
2.
Embezzlement, merupakan tindakan penipuan dan
pencurian sumber daya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang mengelola
sumber daya tersebut, baik berupa dana publik atau sumber daya alam tertentu.
3.
Fraud, merupakan suatu tindakan kejahatan
ekonomi yang melibatkan penipuan (trickery or swindle). Termasuk didalamnya
proses manipulasi atau mendistorsi informasi dan fakta dengan tujuan mengambil
keuntungan-keuntungan tertentu.
4.
Extortion, tindakan meminta uang atau sumber
daya lainnya dengan cara paksa atau disertai dengan intimidasi-intimidasi
tertentu oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Lazimnya dilakukan oleh
mafia-mafia lokal dan regional.
5.
Favouritism, adalah mekanisme penyalahgunaan
kekuasaan yang berimplikasi pada tindakan privatisasi sumber daya.
6.
Melanggar hukum yang berlaku dan merugikan negara.
7.
Serba kerahasiaan, meskipun dilakukan secara kolektif
atau korupsi berjamaah.
Jenis
korupsi
Memperhatikan Undang-undang nomor 31 tahun 1999
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001,maka tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat
dari dua segi yaitu korupsi Aktif dan Korupsi Pasif, Adapun yang
dimaksud dengan Korupsi Aktif adalah sebagai berikut :
-
Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau Korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian Negara (Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
-
Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau Korporasi yang menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat
merugikan keuangan Negara,atau perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor
31 Tahun 1999)
-
Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan mengingat
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh
pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut
(Pasal 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
-
Percobaan pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk
melakukan Tindak pidana Korupsi (Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri
atau Penyelenggara Negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat
(1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-
Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau
Penyelenggara negara karena atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan
dengan kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5
ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 Tagun 2001)
-
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan
maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk
diadili (Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
-
Pemborong,ahli bangunan yang pada waktu membuat
bangunan atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan
bangunan,melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau
barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal (1) huruf a Undang-undang
Nomor 20 tahun 2001)
-
Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau
penyerahan bahan bangunan,sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana
dimaksud dalam huruf a (Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 tahun
2001)
-
Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang
keperluan Tentara nasional Indonesia atau Kepolisian negara Reublik Indonesia
melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam
keadaan perang (Pasal 7 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-
Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang
keperluan Tentara nasional indpnesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia
dengan sengaja mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c
(pasal 7 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
-
Pegawai negeri atau selain pegawai negeri yyang di
tugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk
sementara waktu,dengan sengaja menggelapkan uang atau mebiarkan uang atau surat
berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam
melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-
Pegawai negeri atau selain Pegawai Negeri yang diberi
tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara
waktu,dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar khusus pemeriksaan
administrasi (Pasal 9 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
-
Pegawai negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang
diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk
sementara waktu dengan sengaja menggelapkan menghancurkan,merusakkan,atau
mebuat tidak dapat dipakai barang,akta,surat atau daftar yang digunakan untuk
meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang yang dikuasai karena
jabatannya atau membiarkan orang lain
menghilangkan,menghancurkan,merusakkan,attau membuat tidak dapat dipakai
barang, akta, surat atau daftar tersebut (Pasal 10 Undang-undang Nomor 20 tahun
2001)
-
Pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yang :
a. Dengan
maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu atau
menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya
sendiri (pasal 12 e undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
b. Pada waktu
menjalankan tugas meminta,menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai
Negeri atau Penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai
hutang kepadanya.padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan mrupakan hutang
(huruf f)
c. Pada waktu
menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang
seplah-olah merupakan hutang pada dirinya,padahal diketahui bahwa hal tersebut
bukan merupakan hutang (huruf g)
d. Pada waktu
menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak
pakai,seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,telah merugikan
orang yang berhak,apadahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan atau
e. baik
langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam
pemborongan,pengadaan,atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan,untuk
seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya (huruf i)
-
Memberi hadiah kepada pegawai negeri dengan mengingat
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh
pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu
(Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999).
Sedangkan Korupsi Pasif adalah sebagai berikut :
-
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
pemberian atau janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya
yang bertentangan dengan kewajibannya (pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 20
tahun 2001)
-
Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji
untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau
untuk mepengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara
yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (2) Undang-undang
nomor 20 Tahun 2001)
-
Orang yang menerima penyerahan bahan atau keparluan
tentara nasional indonesia, atau kepolisisan negara republik indonesia yang
mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau c
Undang-undang nomor 20 tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2) Undang-undang nomor 20
tahun 2001.
-
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan utnuk mengerakkan agar melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya,atau sebaga akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau
tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya
(pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
-
Hakim yang enerima hadiah atau janji,padahal diketahui
atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (pasal 12 huruf c
Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
-
Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal
diketahui atau patut diduga,bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk
mempengaruhi nasihat atau pendapat uang diberikan berhubungan dengan
perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (pasal 12 huruf d
Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
-
Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima gratifikasi yang diberikan berhubungan dengan jabatannya dan
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya (pasal 12 Undang-undang nomor
20 tahun 2001).
Ciri-ciri
korupsi
Adapun
ciri-ciri korupsi, antara lain:
1.
Melibatkan lebih dari satu orang. Setiap perbuatan
korupsi tidak mungkin dilakukan sendiri, pasti melibatkan lebih dari satu
orang. Bahkan, pada perkembangannya acapkali dilakukan secara bersama-sama
untuk menyulitkan pengusutan.
2.
Serba kerahasiaan. Meski dilakukan bersama-sama,
korupsi dilakukan dalam koridor kerahasiaan yang sangat ketat. Masing-masing
pihak yang terlibat akan berusaha semaksimal mungkin menutupi apa yang telah
dilakukan.
3.
Melibat elemen perizinan dan keuntungan timbal balik.
Yang dimaksud elemen perizinan adalah bidang strategis yang dikuasai oleh
negara menyangkut pengembangan usaha tertentu. Misalnya izin mendirikan
bangunan, izin perusahaan,dan lain-lain.
4.
Selalu berusaha menyembunyikan perbuatan/maksud
tertentu dibalik kebenaran.
5.
Koruptor menginginkan keputusan-keputusan yang tegas
dan memiliki pengaruh. Senantiasa berusaha mempengaruhi pengambil kebijakan
agar berpihak padanya. Mengutamakan kepentingannya dan melindungi segala apa
yang diinginkan.
6.
Tindakan korupsi mengundang penipuan yang dilakukan
oleh badan hukum publik dan masyarakat umum. Badan hukum yang dimaksud suatu
lembaga yang bergerak dalam pelayanan publik atau penyedia barang dan jasa
kepentingan publik.
7.
Setiap tindak korupsi adalah pengkhianatan
kepercayaan. Ketika seseorang berjuang meraih kedudukan tertentu, dia pasti
berjanji akan melakukan hal yang terbaik untuk kepentingan semua pihak. Tetapi
setelah mendapat kepercayaanm kedudukan tidak pernah melakukan apa yang telah
dijanjikan.
8.
Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang
kontradiktif dari koruptor sendiri. Sikap dermawan dari koruptor yang acap
ditampilkan di hadapan publik adalah bentuk fungsi ganda yang kontradiktif. Di
satu pihak sang koruptor menunjukkan perilaku menyembunyikan tujuan untuk
menyeret semua pihak untuk ikut bertanggung jawab, di pihak lain dia
menggunakan perilaku tadi untuk meningkatkan posisi tawarannya.
Kondisi yang mendukung munculnya
korupsi
Konsentrasi kekuasaan di pengambil
keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang
sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
·
Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan
pemerintah
·
Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan
pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
·
Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
·
Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan
jaringan "teman lama".
·
Lemahnya ketertiban hukum.
·
Lemahnya profesi hukum.
·
Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
·
Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
2.3 Faktor
yang menyebabkan korupsi sulit untuk diberantas di Indonesia
Menurut Artikel di Republika.co.id, dalam
artikel yang berjudul “Inilah Penyebab Mengapa
Korupsi Sulit Diberantas”
Sosiolog Universitas Nasional (Unas), Nia Elvina,
berpendapat bahwa budaya patron-klien yang sangat akut dan kuat dalam sistem
pemerintahan adalah faktor utama penyebab sulitnya pemberantasan korupsi di
Indonesia.
"Sehingga, hal ini menyebabkan
keringnya kreativitas ataupun inisiatif di kalangan aparatus pemerintahan kita,"
katanya seperti dikutip Antara.
Jika dikaji pemimpin-pemimpin sekarang ini, kata Nia,
sebagian besar merupakan klien-klien dari pemimpin (patron) sebelumnya. Jadi
manakala ada problem mendasar yang didera pada pemerintahan sebelumnya, maka
hal tersebut cenderung untuk diproteksi.
Nia Elvina, yang juga anggota peneliti Kelompok Studi
Perdesaan Universitas Indonesia (UI), melihat bahwa budaya patron-klien ini
sangat akut.
"Klien-klien ini tidak punya kesadaran. Mereka malah
merasa sangat nyaman,'' katanya. ''Padahal, sebenarnya mereka mengalami apa
yang dikatakan oleh sosiolog yang sangat terpandang sekarang sebagai 'kekerasan
simbolik'. Atau dalam bahasa Marx adalah ekploitasi."
Dalam hubungan patron-klien, kepentingan patronlah yang
paling utama. Nia mengakui memang tidak mudah untuk mengatasi problem tersebut.
"Cara yang paling efektif dalam pandangan saya melalui
pendidikan. Bagaimana kita mengkonstruksi sistem pendidikan kita yang
benar-benar berbasiskan Pancasila," kata Sekretaris Program Ilmu Sosiologi
Unas itu.
Dampak negatif
1.
Demokrasi
Korupsi
menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik,
korupsi mempersulit demokrasi dan
tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan
proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi
akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem
pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik
menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum,
korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian
prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan
bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi
pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
2.
Ekonomi
Korupsi
juga mempersulit pembangunan ekonomi dan
mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan.
Korupsi
juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan
membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private,
korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat
korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada
yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah
birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan
menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana
korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan
"lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi
dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang
tidak efisien.
Korupsi
menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke
proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak.
Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan
praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi
juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup,
atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan
pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap
anggaran pemerintah.
Para
pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia,
terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan
sewa yang menyebabkan
perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri,
bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar
bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss).
Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang
sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih
memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur,
ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dariUniversitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai
1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi
dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. [1] (Hasilnya,
dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya
dalam satu teori oleh ekonomis Mancur
Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah
ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering
menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini
memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar
negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.
3. Kesejahteraan umum negara[sunting | sunting
sumber]
Korupsi
politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga
negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok,
bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat
peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan
kecil (SME).
Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan
kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu
mereka.
III.
Pembahasan
Dampak
Korupsi Bagi Dunia Usaha
Dampak korupsi terhadap bisnis dan
perekonomian di Indonesia sangat berpengaruh, secara tidak langsung akan
meningkatkan angka kemiskinan dan dapat menyebabkan ketidakmerataan pembangunan
ekonomi di Indonesia. Di samping itu, juga menciptakan perilaku buruk yang
dapat mendorong timbulnya persaingan usaha yang tidak sehat karena dipengaruhi
oleh suap, bukan karena kualitas dan manfaat.
Bagi
perusahaan swasta, korupsi berdampak pada ketidakadilan, ketidakseimbangan dan
persaingan tidak sehat sehingga masyarakatlah yang akan dirugikan, seperti
tingginya harga pasaran suatu produk (barang / jasa). Selain itu, pengaruh
korupsi juga terlihat dari kurangnya inovasi atau rasa kreatif dari masing –
masing karyawan dalam persaingan memajukan perusahaannya. Hal ini diakibatkan
karena perusahaan – perusahaan yang bergantung hasil korupsi tidak akan
menggunakan sumber daya yang ada pada perusahaannya. Ketika hal ini
dipertahankan, bagi sebagian perusahaan yang jujur dan masyarakat akan
dirugikan, maka cepat atau lambat akan semakin memperburuk perekonomian di
Indonesia serta dapat membentuk kepribadian masyarakat yang tamak, serakah akan
harta dan mementingkan diri sendiri.
Cara
Memberantas Tindak Pidana Korupsi
1.
Strategi Preventif
Strategi ini
harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi
penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya
preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu
dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya
ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu
mencegah adanya korupsi.
2. Strategi
Deduktif
Strategi ini
harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu
perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat
diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya,
sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak
sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat
berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi
suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin
ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
3. Strategi
Represif
Strategi ini
harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi
hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat
dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari
tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu
dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan
tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinya harus
dilakukan secara terintregasi.
Kesimpulan
dan Saran
Kesimpulan
Korupsi
merupakan tindak pidana korupsi dalam berbagai bentuk mencakup pemerasan,
penyuapan dan lain sebagainya yang dapat merugikan Negara dan bisnis-bisnis
didalamnya dan disamping itu menguntungkan pihak tertentu dengan cara yang
bertentangan dengan hokum
Saran
Pemerintah
dan masyarakat harus secara bersama-sama memberantas korupsi dengan landasan
hokum yang kuat dan didukung dengan kesadaran moral dari rakyat itu sendiri
untuk secara tegas menolak apapun bentuk korupsi.
Sumber :